Menu
Info Pesantren
Senin, 17 Mar 2025
  • Putra: Jl. Jaksa Agung Suprapto No. 223 - Gempeng - Telp. +62741932 | Putri: Jl. Pattimura No. 185 - Pogar - Telp. +62742891 | email: pesantrenpersisbangil@gmail.com | Bangil | Pasuruan | 67153 | Jawa Timur
  • Putra: Jl. Jaksa Agung Suprapto No. 223 - Gempeng - Telp. +62741932 | Putri: Jl. Pattimura No. 185 - Pogar - Telp. +62742891 | email: pesantrenpersisbangil@gmail.com | Bangil | Pasuruan | 67153 | Jawa Timur

MERAPATKAN TUMIT

Terbit : Kamis, 5 September 2024

Letak kedua telapak kaki saat sujud, apakah direnggangkan atau dirapatkan keduanya. Dalam madzhab Hanafi, dan Maliki tidak didapati pembicaraan mengenai hal ini. sedangkan dalam madzhab Syafi’i dan Hambali berpendapat merenggangkan. belakangan masalah ini diperbincangkan mana yang sesuai.

Pendapat pertama, memilih sunahkan merenggangkan antara keduanya. Mereka berdalil dari riwayat merenggangkan kedua lutut dan paha saat bersujud. Imam Abu Daud meriwayatkan dari Abu Humaid radhiallahu anhu dia berkata tentang tata cara shalat Nabi shallallahu alaihi wa sallam,

وإذا سجد فَرَّج بين فخذيه

“Jika sujud, beliau merenggangkan kedua pahanya.” (H.R. Abu Daud No. 735, Al Baihaqi, as Sunan al Kubra No. 2712)

Imam an Nawawi dan Asy-Syaukani rahimahullah berkata, “Ungkapan ‘merenggangkan kedua pahanya’ maksudnya adalah merenggangkan antara kedua pahanya, kedua lututnya dan kedua telapak kakinya.” Para ulama dalam mazhab Syafii berkata, ‘Merenggangkan antara kedua telapak kaki seukurang sejengkal.” (Nailul Authar, 2/297, al Majmu’, 3/407)

Pendapat Kedua, memilih sunahkan merapatkan kedua telapak kaki. Pendapat ini dipilih oleh ulama masa kini, seperti Syekh Ibnu Utsaimin dan Syekh Al-Albany rahimahumallah. Mereka yang berpendapat seperti ini berdalil dengan apa yang diriwayatkan oleh Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu anha, dia berkata,

فَقَدْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً مِنَ الْفِرَاشِ فَالْتَمَسْتُهُ فَوَقَعَتْ يَدِي عَلَى بَطْنِ قَدَمَيْهِ وَهُوَ فِي الْمَسْجِدِ وَهُمَا مَنْصُوبَتَانِ

“Saya kehilangan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam pada suatu malam ditempat tidur, lalu saya pun mencarinya dengan meraih-raihkan tanganku (karena gelap). Sehingga, tanganku menyentuh kedua telapak kakinya, sedangkan ia dalam masjid, kedua kakinya tersebut tegak.” (HR Muslim Sahih Muslim, 2/51). riwayat lain dari Aisyah radhiallahu anha pula.

فَقَدْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَكَانَ مَعِى عَلَى فِرَاشِى ، فَوَجَدْتُهُ سَاجِدًا رَاصًّا عَقِبَيْهِ مُسْتَقْبِلاً بِأَطْرَافِ أَصَابِعِهِ الْقِبْلَةَ ، فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ :« أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ ، وَبِعَفْوِكَ مِنْ عُقُوبَتِكَ ، وَبِكَ مِنْكَ ، أُثْنِى عَلَيْكَ لاَ أَبْلُغُ كُلَّ مَا فِيكَ

“Aku mencari-cari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebelumnya, beliau bersamaku di ranjangku. Ternyata aku dapati beliau dalam keadaan bersujud dengan menempelkan kedua tumitnya, sementara ujung jari jemari kakinya dihadapkan ke arah kiblat. Aku mendengar beliau membaca, “Aku berlindung dengan rida-Mu dari murka-Mu, dengan maaf-Mu dari siksa-Mu, dengan-Mu (aku berlindung) dari (azab)-Mu, aku memujimu dan aku tidak dapat meraih semua apa yang ada pada-Mu.” (HR Ibn Khuzaimah dalam Sahih Ibn Khuzaimah 1/328, At-Thahawi dalam Syarah Musykil al-Atsar 1/104, Ibn Al-Mundzir dalam al-Ausath 3/172, dan Al-Hakim dalam al-Mustadrak, 1/228, Al-Baihaqi, Sunan al-Kubra, 2/116)

Riwayat diatas, walaupun diriwayatkan oleh banyak mukharrij, tetapi sanadnya bermuara pada rawi yang bernama Yahya bin Ayyub al-Ghafiqi. Para ulama berbeda pendapat tentang dia, terbagi menjadi dua, pertama yang menerima. Imam Abu Dawud berkata: “Laisa bihi Ba’tsun”, Yahya bin Ma’in “Shalih”, pada kesematan lain “tsiqah”, Ibn Hibban memasukannya dalam kitab At-Tsiqat.

Ulama yang men-jarh (menolak) di antaranya Imam Ahmad, “Sayyi’ al-hifdzi”; Abu Hatim “mahallu Yahya as-sidqu, yuktabu hadisuhu wa la yuhtajju bihi”; Imam Nasa’i “laisa bi al-Qawwi” (Tahdzib al-Kamal, 31/236). Jika dianalisis, maka ta’dil masih mujmal atau ghair mufassar.

Di samping itu, lafadz ta’dil atau tautsiq tersebut dapat ditempatkan pada aspek ‘kejujuran saja, bukan dari aspek hafalan. Sedangkan, yang men-jarh tidak mempermasalahkan kejujuran rawi, tapi pada aspek hafalan. Di samping lafadz jarh termasuk jarh mufassar karena tertuju langsung pada hafalan-hafalan Yahya. Sesuai dengan kaidah jarh yang mufassar didahulukan dari pada ta’dil mujmal.

Karena itu, imam Abu Hatim memasukan Yahya sebagai orang yang dicatat hadisnya, tetapi tidak dijadikan hujjah. Artinya, jika sendiri meriwayatkan (tafarrud), hadisnya dhaif. Namun, jika ada rowi penguat bersamanya meriwayatkan juga (mutaba’ah), hadisnya dapat naik menjadi hasan. Sedangkan, hadis Yahya tidak ditemukan riwayat penguat.

Hadis Aisyah radhiallahu anha dalam riwayat Muslim, merupakan hadis asal.

فَالْتَمَسْتُهُ فَوَقَعَتْ يَدِي عَلَى بَطْنِ قَدَمَيْهِ وَهُوَ فِي الْمَسْجِدِ

Pada riwayat Imam Muslim ‘Aisyah radhiallahu anha mendapati dengan memegang kedua kaki Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di masjid. ada perbedaan lafadz riwayat Aisyah radhiallahu anha pada riwayat Imam Abu Daud dengan sedikit perubahan redaksi ‘Aisyah radhiallahu anha mencari di masjid mendapati Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan sujud.

فَلَمَسْتُ الْمَسْجِدَ فَإِذَا هُوَ سَاجِدٌ (كتاب الصلاة، باب فِي الدُّعَاءِ فِي الرُّكُوعِ وَالسُّجُودِ)

Hal ini bisa menimbulkan persepsi yang berbeda, apakah ‘aisyah radhiallahu anha mendapati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan memegang kakinya di masjid. Jika demikian belum tentu dalam keadaan sujud. Dan jika difahami dari riwayat Imam Abu Daud, ‘Aisyah radhiallahu anha mendapati Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan memegang kaki beliau dalam keadaan sujud di masjid.

Dengan tanpa mempersoalkan masalah mendapati Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di masjid atau di masjid dalam keadaan sujud, masih ada perbedaan lafadz dalam riwayat yang lainya. pada riwayat asal di Imam Muslim dikatakan posisi kaki Nabi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan kata وَهُمَا مَنْصُوبَتَانِ kedua kaki dalam keadaan tegak sedangkan dalam riwayat Ibnu Khuzaimah dll, menggunakan kata رَاصًّا عَقِبَيْهِ bisa diartikan tegak berdiri dan dalam maknanya mendekatkan juga menyatukan  (lihat makna kata rasha dalam firman Allah surat as-Shof pada kata marshush)

Jika saja riwayat Ibnu Khuzaimah bisa diterima dari tinjauan ilmu hadis, maka pemaknaan kata “kaki Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan tegak disini dimaknai tegak dengan menggabungkan kedua telapak kaki. Hanya saja disayangkan riwayat Ibnu Khuzaimah dengan adanya perubahan redaksi tersebut berasal dari rowi (Yahya bin Ayyub al-Ghafiqi) yang kurang kuat, jadi kurang bisa diterima dari tinjauan ilmu hadis. bahkan, jika dipaksakan status hadis Yahya ini malah bisa dianggap bertentangan. dan riwayat lemah yang bertentangan dengan riwayat kuat, katagorinya adalah munkar.

Dalam riwayat ada kesaksian seorang tabi’in yang shalat dibelakang 18 orang shahabat tidak mendapati urusan merapatkan tumit saat sujud dipraktekan.

عَنْ عُيَيْنَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، قَالَ: كُنْتُ مَعَ أَبِي فِي الْمَسْجِدِ، فَرَأَى رَجُلًا صَافًّا بَيْنَ قَدَمَيْهِ، فَقَالَ: أَلْزَقَ إِحْدَاهُمَا بِالْأُخْرَى، لَقَدْ رَأَيْتُ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ ثَمَانِيَةَ عَشَرَ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، مَا رَأَيْتُ أَحَدًا مِنْهُمْ فَعَلَ هَذَا قَطُّ

“Dari ‘Uyainah bin Abdirrahman ia berkata, pernah aku bersama ayahku di masjid, Ia melihat seorang lelaki yang shalat dengan merapatkan kedua kakinya. Ayahku lalu berkata, ‘orang itu menempelkan kedua kakinya, sungguh aku pernah melihat para sahabat Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam salat di masjid ini selama 18 orang, dan aku tidak pernah melihat seorang pun dari mereka yang melakukan hal ini’.” (HR Ibnu Abi Syaibah, Al-Mushannaf, 2/109).

Dengan demikian dapat disimpulkan:

Pertama, hadis yang dijadikan dalil merapatkan telapak kaki ketika sujud hadisnya lemah. Kedua, menegakkan kaki belum mesti dengan cara mendekatkan atau menyatukan keduanya. Ketiga, berdasar petunjuk riwayat lain kaifiat posisi telapak kaki ketika sujud adalah dengan tidak harus merapatkannya. Keempat, Dan bahwa yang didengar oleh ‘Aisyah radhiallahu anha dari ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi adalah salah satu bacaan sujud.

 

Artikel Lainnya

Artikel ini memiliki

0 Komentar

Tinggalkan Komentar