Dalil utama kewajiban wudhu’ adalah firman Allah dalam surat al maidah ayat ke 6:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا قُمْتُمْ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ فَٱغْسِلُوا۟ وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى ٱلْمَرَافِقِ وَٱمْسَحُوا۟ بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى ٱلْكَعْبَيْنِ ۚ وَإِن كُنتُمْ جُنُبًا فَٱطَّهَّرُوا۟ ۚ وَإِن كُنتُم مَّرْضَىٰٓ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَآءَ أَحَدٌ مِّنكُم مِّنَ ٱلْغَآئِطِ أَوْ لَٰمَسْتُمُ ٱلنِّسَآءَ فَلَمْ تَجِدُوا۟ مَآءً فَتَيَمَّمُوا۟ صَعِيدًا طَيِّبًا فَٱمْسَحُوا۟ بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُم مِّنْهُ ۚ مَا يُرِيدُ ٱللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُم مِّنْ حَرَجٍ وَلَٰكِن يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُۥ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur”.
Dan diperkuat dengaan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam riwayat Mutafaqun alaihi, al- Bukhori dan Muslim, dari Sabahat Abu Hurairah
لَا تُقْبَلُ صَلَاةُ مَنْ أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ
Artinya, “Allah tidak akan menerima shalat salah satu dari kalian jika kalian berhadats hingga kalian berwudhu,”.
Dalam riwayat lain disebutkan :
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ مِنْ الْخَلَاءِ فَقُدِّمَ إِلَيْهِ طَعَامٌ فَقَالُوا أَلَا نَأْتِيكَ بِوَضُوءٍ فَقَالَ إِنَّمَا أُمِرْتُ بِالْوُضُوءِ إِذَا قُمْتُ إِلَى الصَّلَاةِ
Dari Abdullah bin Abbas bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah keluar dari toilet, kemudian disuguhkan makanan kepada beliau. Para sahabat pun bertanya, “Tidakkah kami bawakan kepada anda air wudlu?” Beliau menjawab: “Hanyasanya aku diperintah untuk berwudlu apabila hendak melakukan shalat.”
Dari keterangan diatas bisa kita ambil kesimpulan bahwa wudhu’ diwajibkan bagi yang hendak menunaikan ibadah sholat, dan menjadi syarat diterimanya ibadah tersebut.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَوَضَّأُ عِنْدَ كُلِّ صَلَاةٍ قُلْتُ كَيْفَ كُنْتُمْ تَصْنَعُونَ قَالَ يُجْزِئُ أَحَدَنَا الْوُضُوءُ مَا لَمْ يُحْدِثْ
Dari Anas bin Malik berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berwudlu setiap kali akan shalat.” Anas bin Malik ditanya, “Bagaimana cara kalian melaksanakannya?” Anas bin Malik menjawab, “Setiap orang dari kami mencukupkan dengan sekali wudlu’ selama tidak berhadats (batal).”
عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى الصَّلَوَاتِ يَوْمَ الْفَتْحِ بِوُضُوءٍ وَاحِدٍ وَمَسَحَ عَلَى خُفَّيْهِ فَقَالَ لَهُ عُمَرُ لَقَدْ صَنَعْتَ الْيَوْمَ شَيْئًا لَمْ تَكُنْ تَصْنَعُهُ قَالَ عَمْدًا صَنَعْتُهُ يَا عُمَرُ
dari Sulaiman bin Buraidah dari bapaknya bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan beberapa shalat pada fathul Makkah dengan satu kali wudlu dan mengusap bagian atas kedua khufnya, maka Umar bertanya kepada beliau, ‘Sungguh, pada hari ini engkau telah melakukan sesuatu yang engkau belum pernah melakukannya? ‘ Beliau llau menjawab: “Ini sengaja aku lakukan wahai Umar.”
Dari dua hadits tambahan diatas menunjukan bahwa disunahkan wudhu’ setiap kali shalat, dan tidak mengapa dengan sekali wudhu’ selama tidak berhadats (batal).
Sebagaimana yang sudah maklum, bahwa wudhu’ adalah syarat sah sholat, dan wudhu’ merupakan ibadah yang memiliki keutamaan menghapuskan dosa-dosa, anggota tubuh bercayaha di hari kiamay nantinya, dan diberikan balasan syurga. sebagaimana yang ditunjukan pada hadits-hadits berikut ini:
Sabada Rasulullah:
مَا مِنْكُمْ رَجُلٌ يُقَرِّبُ وَضُوءَهُ فَيَتَمَضْمَضُ وَيَسْتَنْشِقُ فَيَنْتَثِرُ إِلَّا خَرَّتْ خَطَايَا وَجْهِهِ وَفِيهِ وَخَيَاشِيمِهِ ثُمَّ إِذَا غَسَلَ وَجْهَهُ كَمَا أَمَرَهُ اللَّهُ إِلَّا خَرَّتْ خَطَايَا وَجْهِهِ مِنْ أَطْرَافِ لِحْيَتِهِ مَعَ الْمَاءِ ثُمَّ يَغْسِلُ يَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ إِلَّا خَرَّتْ خَطَايَا يَدَيْهِ مِنْ أَنَامِلِهِ مَعَ الْمَاءِ ثُمَّ يَمْسَحُ رَأْسَهُ إِلَّا خَرَّتْ خَطَايَا رَأْسِهِ مِنْ أَطْرَافِ شَعْرِهِ مَعَ الْمَاءِ ثُمَّ يَغْسِلُ قَدَمَيْهِ إِلَى الْكَعْبَيْنِ إِلَّا خَرَّتْ خَطَايَا رِجْلَيْهِ مِنْ أَنَامِلِهِ مَعَ الْمَاءِ فَإِنْ هُوَ قَامَ فَصَلَّى فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ وَمَجَّدَهُ بِالَّذِي هُوَ لَهُ أَهْلٌ وَفَرَّغَ قَلْبَهُ لِلَّهِ إِلَّا انْصَرَفَ مِنْ خَطِيئَتِهِ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
“Tidaklah salah seorang dari kalian yang menyempurnakan wudlu, lalu ia berkumur-kumur dan beristinsyaq (menghirup air ke dalam hidung lalu menghembuskannya) kecuali dosa-dosa wajahnya, bibirnya dan hidungnya akan turut melebur. Kemudian, bila ia membasuh wajahnya sebagaimana yang diperintahkan Allah, niscaya dosa-dosa wajahnya akan melebur bersama air dari ujung-ujung jenggotnya. Dan tidaklah ia membasuh kedua tangannya hingga pergelangan siku kecuali dosa-dosa kedua tangannya akan melebur bersama air dari jari-jemarinya. Dan tidaklah ia membasuh kepalanya kecuali dosa-dosa kepalanya akan melebur bersama air dari ujung-ujung rambutnya. Dan tidaklah ia membasuh kedua kakinya hingga mata kaki kecuali dosa-dosa kedua kakinya juga melebur bersama air dari jari-jari kakinya. Dan bila ia berdiri dan shalat lalu memuji Allah serta menyanjung-Nya dan juga memujinya dengan sesuatu yang memang Dialah yang berhak atasnya lalu mengkhusyukkan hatinya semata-semata hanya untuk Allah, maka niscaya ia akan belepas diri dari dosa-dosanya sebagaimana hari ia dilahirkan oleh ibunya.” (HR. Muslim)
Rasulullah saw. bersabda:
إنَّ أُمَّتي يُدْعَونَ غُرًّا مُحجَّلينَ مِن أثَرِ الوُضوءِ، فمَنِ استطاعَ منكم أنْ يُطيلَ غُرَّتَه فلْيفعَلْ.
“Sesungguhnya umatku akan dipanggil pada hari kiamat dalam keadaan wajah, tangan dan kakinya nampak bercahaya karena adanya bekas wudhu. Barangsiapa di antara kalian dapat memperpanjang cahaya tersebut, hendaklah ia melakukannya.” (HR. al Bukhori dan Muslim, Mutafaqun alaihi, dari Abu Hurairoh)
Rasulullah saw. bersabda:
ما منكُم من أحدٍ يتوضَّأُ فيُبْلِغَ أو يُسْبِغَ الوضوءَ ثمَّ يقولُ: أشهدُ أن لا إلَهَ إلّا اللَّهُ وأنَّ محمَّدًا عبدُهُ ورسولُهُ اللَّهمَّ اجعلني من التَّوابينَ واجعلني منَ المُتطهِّرينَ إلّا فُتِحت لَهُ ثَّمانيةُ أبوابُ الجنَّةِ يدخلُ مِن أيِّها شاءَ
“Tidaklah salah seorang dari kalian yang berwudhu, menyempurnakan wudhunya, lalu membaca doa: ‘Asyhadu alla ilaaha illallaah wa anna muhammadan abduhu wa rasuuluh, allahummaj’alnii minattawwaabiina waj’alnii minal mutathahhiriin’ (aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertaubat dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang suci [dari dosa]), maka akan dibukakan baginya delapan pintu surga. Ia boleh masuk dari pintu mana saja yang ia inginkan”. (HR. Muslim dan at Tirmidzi).
Anggota tubuh yang wajib dibasuh ialah wajah, kedua lengan, kepala, serta kedua kaki. sebagaimana dalam firman Allah dalam surat al Maidah ayat ke 6. Sementara itu, anggota tubuh yang sunnah dibasuh mencakup telapak tangan, mulut, hidung, telinga, sebagaimana disebut dalam hadits berikut ini:
وَعَنْ حُمْرَانَ; – أَنَّ عُثْمَانَ – رضي الله عنه – دَعَا بِوَضُوءٍ, فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ, ثُمَّ مَضْمَضَ, وَاسْتَنْشَقَ, وَاسْتَنْثَرَ, ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ, ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ اَلْيُمْنَى إِلَى اَلْمِرْفَقِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ, ثُمَّ اَلْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ, ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ, ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ اَلْيُمْنَى إِلَى اَلْكَعْبَيْنِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ, ثُمَّ اَلْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ, ثُمَّ قَالَ: رَأَيْتُ رَسُولَ اَللَّهِ صَلَّى عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا. – مُتَّفَقٌ عَلَيْه ِ
Dari Humran rahimahullah, bahwa ‘Utsman radhiyallahu ‘anhu meminta untuk diambilkan air wudhu. Lalu beliau mencuci kedua telapak tangannya, lalu berkumur-kumur, memasukkan air ke dalam hidung dan mengeluarkannya kembali, lalu membasuh wajahnya tiga kali, mencuci tangan kanan hingga siku tiga kali, dan demikian juga tangan kiri, kemudian mengusap kepala, kemudian mencuci kaki kanan hingga mata kaki sebanyak tiga kali, dan demikian juga kaki kiri, lantas berkata, “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamberwudhu seperti wudhu yang telah aku lakukan ini.” (HR. Muttafaqun ‘alaih Bukhari, dan Muslim).
Nampak dalam riwayat diatas tidak disebutkan telingga. dalam hal ini ada dua anggapan; yang pertama bahwa telingga adalah bagian dari kepada maka wajib juga dibasuh sebagaimana kepala. demikian pendapat Imam Ishaq bin Rahawiyah, dan Imam Ahmad. sedangkan ulama lain menganggap Sunnah.
وَعَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا -فِي صِفَةِ اَلْوُضُوءِ- قَالَ: – ثُمَّ مَسَحَ – صلى الله عليه وسلم – بِرَأْسِهِ, وَأَدْخَلَ إِصْبَعَيْهِ اَلسَّبَّاحَتَيْنِفِي أُذُنَيْهِ, وَمَسَحَ بِإِبْهَامَيْهِ ظَاهِرَ أُذُنَيْهِ. – أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ, وَالنَّسَائِيُّ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَة
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma, ia bercerita tentang tata cara wudhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kemudian beliau mengusap kepalanya dan memasukkan kedua jari telunjuk ke lubang telinga lalu mengusap bagian luar dua telinga tersebut dengan ibu jari.” (HR. Abu Daud, An-Nasai, disahihkan oleh Ibnu Khuzaimah) [HR. Abu Daud, no An-Nasai, Ibnu Majah, Ahmad, Ibnu Khuzaimah. Dan pad lafaldz hadits dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مَسَحَ أُذُنَيْهِ دَاخِلَهُمَا بِالسَّبَّابَتَيْنِ وَخَالَفَ إِبْهَامَيْهِ إِلَى ظَاهِرِ أُذُنَيْهِ فَمَسَحَ ظَاهِرَهُمَا وَبَاطِنَهُمَا
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap bagian dalam kedua telinganya dengan kedua jari telunjuknya dan kedua ibu jari mengusap bagian luar telinga. Jadi, beliau mengusap bagian luar dan dalam dari dua telinga.” (HR. Ibnu Majah)
Ibnu Mandah mengatakan bahwa tidak dikenal hadits yang shahih yang membicarakan masalah mengusap telinga kecuali hadits tersebut. memang jika dilihat secara seksama hadits-hadits berkenaan dengan membasuh telingga tidak sampai pada derajat shohih, seperti hadits diriwayatkan oleh Imam al-Tirmidzi dalam bab Anna al-Udzunain min al-Ra’si (Bahwa Kedua Telinga adalah Bagian dari Kepala):
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ ، قَالَ : تَوَضَّأَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَغَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثًا ، وَيَدَيْهِ ثَلاَثًا ، وَمَسَحَ بِرَأْسِهِ ، وَقَالَ : الأُذُنَانِ مِنَ الرَّأْسِ
“Dari Abu Umamah Ra. beliau berkata: Nabi Saw. berwudhu (dengan cara) membasuh wajah sebanyak tiga kali, tangan sebanyak tiga kali, dan mengusap kepala. Nabi Saw. berkata: kedua telinga adalah bagian dari kepala.”telinga adalah bagian dari kepala.
Imam Nawawi rahimahullah menyimpulkan, “Mengusap telinga adalah bagian dari sunnah wudhu (Al-Majmu’, 1: 228). Dalam madzhab Syafi’i mengusap telinga masuk dalam sunnah wudhu. Adapun mengusapnya adalah bagian rukun wudhu.
Tentang mengucapkan Basmalah sebelum berwudhu (Sunnah)
Diceritakan dalam riwayat yang panjang tentang mukjizat nabi yang kelaur air dari sela-sela jari beliau ketika berwudhu’. dan dalam riwauat lainya didapati tambahan, Diceritakan oleh al-Baihaqi bahwa ketika Nabi Muhammad -shallallahu ‘alaihi wasallam- meletakkan kedua tangan beliau ke dalam sebuah wadah, beliau lalu berkata kepada para sahabat:
توضؤوا باسم الله
“Berwudhulah dengan membaca basmalah.”
Para ulama riwayat menjelaskan bahwa kalimat ini adalah tambahan yang kurang bisa dipertanggungjawabkan, sebab pada riwayat kebanyakan yang shohih tanpa adanya tambahan kata tersebut. sedangkan pada riwayat lain juga ditemukan riwayat yang bahkan lebih tegas lagi :
لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَا وُضُوءَ لَهُ وَلَا وُضُوءَ لِمَنْ لَمْ يَذْكُرْ اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ وَلَا صَلَاةَ لِمَنْ لَا يُصَلِّي عَلَى النَّبِيِّ وَلَا صَلَاةَ لِمَنْ لَا يُحِبُّ الْأَنْصَارَ
“Tidak ada shalat bagi orang yang tidak memiliki wudlu, dan tidak ada wudlu bagi orang yang tidak menyebut nama Allah ketika berwudlu. Dan tidak ada shalat bagi orang yang tidak bershalawat kepada Nabi, serta tidak ada shalat bagi orang yang tidak menyukai kaum Anshar.” (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad) dalam hadits ini terdapat permasalahan kelemahan.
Tentang Basuhan dimulai dari anggota bagian kanan (Sunnah).
Sebagaimana dijelaskan dalam riwayat tentang Utsman yang mempraktekan wudhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengawali beberapa basuhan dari bagian kanan, kemudian kirinya.
وَعَنْ حُمْرَانَ; – أَنَّ عُثْمَانَ – رضي الله عنه – دَعَا بِوَضُوءٍ, فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ, ثُمَّ مَضْمَضَ, وَاسْتَنْشَقَ, وَاسْتَنْثَرَ, ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ, ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ اَلْيُمْنَى إِلَى اَلْمِرْفَقِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ, ثُمَّ اَلْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ, ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ, ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ اَلْيُمْنَى إِلَى اَلْكَعْبَيْنِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ, ثُمَّ اَلْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ, ثُمَّ قَالَ: رَأَيْتُ رَسُولَ اَللَّهِ صَلَّى عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا. – مُتَّفَقٌ عَلَيْه ِ
Dari Humran rahimahullah, bahwa ‘Utsman radhiyallahu ‘anhu meminta untuk diambilkan air wudhu. Lalu beliau mencuci kedua telapak tangannya, lalu berkumur-kumur, memasukkan air ke dalam hidung dan mengeluarkannya kembali, lalu membasuh wajahnya tiga kali, mencuci tangan kanan hingga siku tiga kali, dan demikian juga tangan kiri, kemudian mengusap kepala, kemudian mencuci kaki kanan hingga mata kaki sebanyak tiga kali, dan demikian juga kaki kiri, lantas berkata, “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamberwudhu seperti wudhu yang telah aku lakukan ini.” (HR. Muttafaqun ‘alaih Bukhari, dan Muslim).
Dan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ، فِي تَنَعُّلِهِ، وَتَرَجُّلِهِ، وَطُهُورِهِ، وَفِي شَأْنِهِ كُلِّهِ
“Dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam amat menyukai memulai dengan kanan dalam mengenakan sandal, menyisir rambut, bersuci dan dalam urusannya yang penting semuanya” (Muttafaqun ‘alaih, al Bukhori dan Muslim dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha).
Tentang jumlah basuhan maksimal tiga kali.
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
تَوَضَّأَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – مَرَّةً مَرَّةً
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu sekali, sekali.” (HR. Bukhari)
Dalam hadis riwayat al-Bukhari dari Abdullah bin Zaid;
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ
“Sesungguhnya Nabi Saw berwudhu dua kali-dua kali”
Dalam hadis lain riwayat al-Imam al-Nasa’i dari Abdullah bin Amr bin Ash, dia berkata;
جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْأَلُهُ عَنِ الْوُضُوءِ، فَأَرَاهُ الْوُضُوءَ ثَلَاثًا ثَلَاثًا، ثُمَّ قَالَ: هَكَذَا الْوُضُوءُ، فَمَنْ زَادَ عَلَى هَذَا فَقَدْ أَسَاءَ وَتَعَدَّى وَظَلَمَ
“Ada seorang badui yang menghadap Nabi Saw. dan bertanya tentang tata cara wudhu. Beliaupun mengajarkan wudhu tiga kali-tiga kali. Kemudian beliau bersabda, ‘Seperti ini wudhu yang benar. Siapa yang lebih dari tiga kali, dia telah berbuat jelek, melampaui batas, dan zalim.”
Tentang basuhan kepala.
Mengusap kepala adalah rukun ketiga dari rukun wudhu. Sebagaimana perintah dalam ayat wudhu,
وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ
“Dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.” (QS. Al-Maidah: 6).
Cara mengusap kepala pernah dipraktekan oleh Nabi dalam hadits ‘Abdullah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu disebutkan ketika ia mempraktikkan wudhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
بَدَأَ بِمُقَدَّمِ رَأْسِهِ ، حَتَّى ذَهَبَ بِهِمَا إِلَى قَفَاهُ ، ثُمَّ رَدَّهُمَا إِلَى الْمَكَانِ الَّذِى بَدَأَ مِنْهُ
“Kemudian memulai mengusap bagian depan kepala dan ditarik sampai ke tengkuk, lalu kembali lagi ke tempat di mulainya tadi.” (HR. Mutafaqun alaihi, Bukhari, dan Muslim,) dan Dalam riwayat lain
وَمَسَحَ رَأْسَهُ كُلَّهُ
“Ia membasuh seluruh kepalanya.” (HR. Ibnu Khuzaimah, 1:81. Al-A’zhami mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih.)
Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap bagian depan kepalanya saja (nashiyah), beliau mengusap pula ‘imamahnya (serbannya). Kalau dikatakan cukup mengusap bagian depan kepala saja, harusnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak ikutkan dengan mengusap serbannya. Dari Al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ ، فَمَسَحَ بِنَاصِيَتِهِ ، وَعَلَى الْعِمَامَةِ ، وَعَلَى الْخُفَّيْنِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu dengan mengusap bagian depan kepala dan ‘imamahnya (serbannya), beliau juga mengusap khuf (sepatunya).” (HR. Bukhari, no. 182 dan Muslim, no. 274)
Ulama mazhab Maliki dan Hanbali mewajibkan mengusap seluruh kepala, demi kehati-hatian dalam beribadah. Ulama mazhab Hanafi mewajibkan mengusap seperempat kepala. Sedangkan ulama mazhab Syafi’i mewajibkan mengusap sebagian kepala, walaupun hanya beberapa helai rambut.
Tentang cara mungusap telinga.
Terdapat dua riwayat tentang mengucap telingga. Mengusap kedua telinga pada bagian luar dan dalamnya, disebutkan dalam hadits dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مَسَحَ أُذُنَيْهِ دَاخِلَهُمَا بِالسَّبَّابَتَيْنِ وَخَالَفَ إِبْهَامَيْهِ إِلَى ظَاهِرِ أُذُنَيْهِ فَمَسَحَ ظَاهِرَهُمَا وَبَاطِنَهُمَا
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap bagian dalam kedua telinganya dengan kedua jari telunjuknya dan kedua ibu jari mengusap bagian luar telinga. Jadi, beliau mengusap bagian luar dan dalam dari dua telinga.” (HR. Ibnu Majah)
Riwayat al-Baihaqi yang sahih, dari ‘Abdullah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu,
أَنَّهُ رَأَى رَسُولَ اللهِ ﷺ يتَوَضَّأُ، فَأَخَذَ لِأُذُنَيْهِ مَاءً خِلافَ المَاءِ الَّذِي أَخَذَ لِرأْسِهِ
“Bahwasanya beliau pernah melihat Rasulullah ﷺ berwudhu mengusap kedua telinganya dengan air yang berbeda dari air basuhan kepalanya.”
Cara dalam riwayat ini dengan menggunakan air yang baru (bukan dengan air bekas basuhan kepala) adalah sunah. Mayoritas ulama (Malikiyah, Syafiiyah, dan Hambali) menyatakan, dianjurkan mengambil air yang baru untuk mengusap telinga. Sementara Hanafiyah berpendapat, tidak dianjurkan mengambil air yang baru ketika mengusap telinga. (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, 43/365 – 366).
Penyusun: Suud Hasanudin, M. Phil.
Tinggalkan Komentar